Lien melipat tangannya di dada sambil cemberut. Dipalingkan wajahnya
dari wajah Molly yang bingung melihat tingkah laku Lien. Padahal, dia
tidak merasa bersalah pada Lien. "Lien, ajak Molly ngobrol, dong. Kamu
jangan cemberut. Senyum, dong. Give her a little smile," tegur Kak Lila,
kakaknya sambil menghidangkan 2 gelas sirup dan sepiring biskuit keju.
"Lien, kenapa, sih, kamu cemberut?" tanya Molly saat Kak Lien pergi.
"Mol, kamu merasa salah, nggak, sih, sama aku?" Lien balik bertanya.
Molly menggeleng. "Ya sudah," jawab Lien sambil kembali berpaling.
"Tetapi, aku ingin kamu bercerita kenapa kamu cemberut padahal aku nggak
salah?" tanya Molly lagi. "Mol, aku mau kamu ngejauhin si Gladys. Kalau
kamu belum, ngejauhin Gladys, bakal aku jauhin kamu terus," ancam Lien.
"Tetapi, Lien, Gladys itu anak dari teman mamaku. Mamanya dan mamaku
sudah kayak saudara," bantah Molly. "Ya sudah. Bakal aku jauhin kamu
terus menerus!" Lien pun memutuskan ancamannya. Tetapi, tiba-tiba, "OK,
Lien. Aku bakal ngejauhin si Gladys. Tetapi, asal kamu mau tetap jadi
sahabatku," putus Molly.
****
Molly dan Miryla, adiknya berjalan bersamaan di lorong sekolah.
Tiba-tiba, langkah mereka terhenti oleh teguran Gladys. "Hai, Mol! Mir!"
sapa Gladys. Tiba-tiba, Molly teringat pada janjinya pada Lien. "Miry,
kakak ke kelas dulu, ya. Ada urusan," kata Molly pada Miry sambil
berlari ke kelas. "KAKAK!" panggil Miryla. "Lho? Mir? Kakakmu kenapa?"
tanya Gladys. "Entahlah, Kak. Aku ke kelas, dulu, ya. Dah, kak," kata
Miryla sambil berlari ke kelasnya.
Keesokan harinya...
Kejadian yang sama kembali terulang. Gladys pun menjadi anak yang
misterius. Dia selalu menyimpan sesuatu. Apakah sesuatu itu? Tunggu Next
Part-nya, ya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar